Recent Comments

Selasa, 24 Maret 2015

Berdamai dan Mendamaikan




Kehidupan-Kehidupan di Sekitar Kita
Manusia makhluk paripurna, dikenal dengan kelebihan tingkat malaikat dan kekurangan level hewan. Pada fase tertentu manusia mempunyai prilaku yang terkesan sulit diatur. Kesan tersebut melekat pada remaja yang berumur 25 tahun ke bawah. Dan bagaimanakah rasanya seandainya kita hidup bersama atau bekerja sama dengan orang lain yang sangat sulit diatur dan dikendalikan? Sebut saja mereka teman satu kamar, teman satu ruang belajar atau bahkan saudara kandung kita sendiri. Tentu saja, hal tersebut sangat merepotkan, menyedihkan, dan bahkan mampu menguras energi dan pikiran kita. Hal-hal yang semestinya berjalan beriringan, saling mendukung, akan menjadi serba tak terkoordinasi, berantakan, bergerak sendiri-sendiri sehingga hasilnyapun niscaya akan sangat kacau balau. Jika hal ini terjadi dalam lingkungan keluarga atau lingkungan belajar, maka pastilah kehidupan disana akan serba dingin, tak bersahabat dan saling acuh dan membosankan.
Orang-orang yang sulit diatur sering memicu orang-orang untuk marah, temasuk juga orang-orang yang dianggap malaikat oleh kita. Tetapi jika kita hanya menyalahkan dan membenci mereka yang berprilaku menyimpang itu sama saja muspro. Tekadang kita lupa bertanya, mengapa mereka berprilaku begitu?. Tentu ada alasan-alasan tertentu pendorong seseorang untuk melakukan suatu hal.
Pepatah mengingatkan “semut di sebrang sungai tampak dan gajah di pelupuk mata tak tampak”.  Mudah melihat cacat orang lain dan mafhum dengan kekurangan diri sendiri.
Beberapa quisioner untuk mengukur kepribadian adalah dengan bertanya: (1) Apakah anda tegoda dengan pikiran-pikiran negative tentang guru, mata pelajaran atau pimpinan anda?. (2) Apa anda punya masalah dengan figur pemegang otoritas?. (3) Apakah anda selalu berusaha memaksa orang lain untuk melihat suatu permasalahan dengan cara anda?. (4) Apakah anda sering mencari-cari kejelekan orang lain dan mengabaikan kebaikannya?. (5) Apakah anda menganggap sikap, tutur kata dan pemikiran anda sudah cocok dengan norma-norma yang berlaku di lingkungan sekitar anda?. (6) Apakah anda jarang bahagia?. (7) Apakah anda menganggap diri anda benar?. (8) Apakah anda senang bisa memisahkan orang lain?
Jika anda menjawab iya terhadap tiga atau lebih dari pertanyaan-pertanyaan di atas, bisa jadi anda termasuk seorang negaholic. Kondisi ini membuat anda harus membenarkan tingkah laku anda terlebih dahulu sebelum melihat dan menyalahkan tingkah laku orang lain sebagai mana ucapan Sayidina Umar RAKhasibuu Anfusakum Qobla an Tukhasabuu. Intropeksi dirimu sebelum mengintropeksi orang lain.
Berita baiknya, saat ini anda masih hidup yang berarti anda masih punya kesempatan untuk merubah segalnya. Dan berita terbaiknya adalah anda masih punya Alloh SWT, guru, buku dan sahabat yang membantu anda untuk lebih banyak tahu tentang akhlaq-akhlaq terpuji bagi diri sendiri dan orang lain.
Setelah memperbaiki diri dengan menyelaraskan ilmu, perbuatan, dan pemikiran maka mulailah membenarkan dan membimbing orang di sekitar anda terutama jiwa-jiwa muda yang masih panas dan suka sok idealis. Mengutip perkataan  H.A. Mukti Ali, Menarik sekali untuk dipelajari mengapa teman-teman muda yang latar belakang pendidikan mereka berbeda-beda, sama-sama memperlihatkan pikiran-pikiran yang dianggap “menyebal” dari pikiran yang di anggap umum di kalangan umat Islam. Sangat di sayangkan mereka kurang berkesempatan merumuskan pikiran-pikiran yang berkembang di kalangan mereka sendiri. Karena saya menganggap teman-teman muda itu sedang mencari, saya sama sekali tidak mengkhawatirkan mereka. Apa yang mereka lontarkan, dilihat dari segi usia, pendidikan dan pengalaman mereka, dan juga tantangan-tantangan yang mereka hadapi, adalah wajar. Saya percaya bagaimanapun “anehnya” pikiran-pikiran mereka, tambahnya pengetahuan dan pengalaman akan lebih mematangkan pemikiran mereka.
Saya tidak tahu apakah pendapat ini di sukai oleh pembaca. Namun menurut hemat penulis, pendapat ini dapat memberi sudut pandang lain dalam mengatasi kaum pembangkang yang mayoritas dilakukan pemuda dan remaja. Tidak semua masalah dapat di selesaikan dengan kekerasan, bukan bearti tidak boleh menggunakan kekerasan dalam mendidik. Mencoba berbagai metode dalam membimbing kaum yang dikatakan pemberontak mungkin bisa di coba. Jika bukan kita lalu siapa lagi?. (M. Jauhari Irsyaduddin)

Tidak ada komentar:
Write komentar

Recommended Posts × +