Kehidupan-Kehidupan di Sekitar Kita
Manusia makhluk
paripurna, dikenal dengan
kelebihan tingkat malaikat dan kekurangan level hewan. Pada fase tertentu
manusia mempunyai prilaku yang terkesan sulit diatur. Kesan tersebut melekat pada remaja yang berumur 25 tahun ke bawah. Dan
bagaimanakah rasanya seandainya kita hidup bersama atau bekerja sama dengan orang
lain yang sangat sulit diatur dan dikendalikan? Sebut saja mereka teman satu
kamar, teman satu ruang belajar atau bahkan saudara kandung kita sendiri. Tentu
saja, hal tersebut sangat merepotkan, menyedihkan, dan bahkan mampu menguras energi
dan pikiran kita. Hal-hal yang semestinya berjalan beriringan, saling
mendukung, akan menjadi serba tak terkoordinasi, berantakan, bergerak
sendiri-sendiri sehingga hasilnyapun niscaya akan sangat kacau balau. Jika hal
ini terjadi
dalam lingkungan keluarga atau lingkungan belajar, maka pastilah kehidupan
disana akan serba dingin, tak bersahabat dan saling acuh dan membosankan.
Orang-orang yang sulit diatur sering memicu orang-orang untuk marah,
temasuk juga orang-orang yang dianggap malaikat oleh kita. Tetapi jika kita
hanya menyalahkan dan membenci mereka yang berprilaku menyimpang itu sama saja muspro.
Tekadang kita lupa bertanya, mengapa mereka berprilaku begitu?. Tentu ada
alasan-alasan tertentu pendorong seseorang untuk melakukan suatu hal.
Pepatah mengingatkan “semut di sebrang sungai tampak dan gajah di pelupuk
mata tak tampak”. Mudah melihat cacat
orang lain dan mafhum dengan kekurangan diri sendiri.
Beberapa quisioner untuk mengukur kepribadian adalah dengan bertanya: (1) Apakah
anda tegoda dengan pikiran-pikiran negative tentang guru, mata pelajaran atau pimpinan
anda?. (2) Apa anda
punya masalah dengan figur pemegang otoritas?. (3) Apakah anda selalu berusaha
memaksa orang lain untuk melihat suatu permasalahan dengan cara anda?. (4) Apakah anda
sering mencari-cari kejelekan orang lain dan mengabaikan kebaikannya?. (5) Apakah
anda menganggap sikap, tutur kata dan pemikiran anda sudah cocok dengan norma-norma
yang berlaku di lingkungan sekitar anda?. (6) Apakah anda jarang bahagia?. (7) Apakah
anda menganggap diri anda benar?. (8) Apakah anda senang bisa memisahkan orang
lain?
Jika anda menjawab iya terhadap tiga atau lebih dari
pertanyaan-pertanyaan di atas,
bisa jadi anda termasuk seorang negaholic. Kondisi ini membuat anda
harus membenarkan tingkah laku anda terlebih dahulu sebelum melihat dan
menyalahkan tingkah laku orang lain sebagai mana ucapan Sayidina Umar RA “Khasibuu Anfusakum Qobla an Tukhasabuu”. Intropeksi
dirimu sebelum mengintropeksi orang lain.
Berita baiknya,
saat ini anda masih hidup yang berarti anda masih punya kesempatan untuk
merubah segalnya. Dan berita terbaiknya adalah anda masih punya Alloh SWT,
guru, buku dan sahabat yang membantu anda untuk lebih banyak tahu tentang
akhlaq-akhlaq terpuji bagi diri sendiri dan orang lain.
Setelah memperbaiki diri dengan menyelaraskan ilmu,
perbuatan, dan pemikiran maka mulailah membenarkan dan membimbing orang di
sekitar anda terutama jiwa-jiwa muda yang masih panas dan suka sok idealis. Mengutip
perkataan H.A. Mukti Ali, Menarik sekali
untuk dipelajari mengapa teman-teman muda yang latar belakang pendidikan mereka
berbeda-beda, sama-sama memperlihatkan pikiran-pikiran yang dianggap “menyebal”
dari pikiran yang di anggap umum di kalangan umat Islam. Sangat di sayangkan
mereka kurang berkesempatan merumuskan pikiran-pikiran yang berkembang di
kalangan mereka sendiri. Karena saya menganggap teman-teman muda itu sedang
mencari, saya sama sekali tidak mengkhawatirkan mereka. Apa yang mereka
lontarkan, dilihat dari segi usia, pendidikan dan pengalaman mereka, dan juga
tantangan-tantangan yang mereka hadapi, adalah wajar. Saya percaya bagaimanapun
“anehnya” pikiran-pikiran mereka, tambahnya pengetahuan dan pengalaman akan
lebih mematangkan pemikiran mereka.
Saya tidak tahu apakah pendapat ini di sukai oleh
pembaca. Namun menurut hemat penulis, pendapat ini dapat memberi sudut pandang
lain dalam mengatasi kaum pembangkang yang mayoritas dilakukan pemuda dan
remaja. Tidak semua masalah dapat di selesaikan dengan kekerasan, bukan bearti
tidak boleh menggunakan kekerasan dalam mendidik. Mencoba berbagai metode dalam
membimbing kaum yang dikatakan pemberontak mungkin bisa di coba. Jika bukan
kita lalu siapa lagi?. (M. Jauhari Irsyaduddin)
Tidak ada komentar:
Write komentar