Bafa dan Bafi, bocah kecil yang terlampau cerewet
untuk hal yang menyesakkan kepalanya.
Tak jarang pula mereka terlibat perkelahian karena hal yang sangat remeh;
tidak didongengi sang ibu sebagai penghantar
tidurnya. Sepulang sekolah sang
adik, Bafi mendapatkan kosakata baru dari gurunya. Ia seperti
ketakutan mendengarkan kata yang selama ini sangat dirahasiakan untuk
diungkapkan oleh orang tuanya. “Politik”, begitu kata yang terekam di memorinya saat guru menyampaikan materi pagi tadi. Menjelang tidur,
seperti biasa sebelum tidur ibu
bercerita, ia teringat pelajaran pagi tadi dan memberanikan diri mengajukan
pertanyaan yang mengganjal hatinya pada
sang ibu. “Bu politik itu apa?”, serunya. Si ibu hanya tersenyum simpul
mendengarkan celoteh anaknya. “ kau tanya kakakmu”, pintanya. Belum sempat ia
bertanya pada si kakak yang ada disampingnya sang kakak sudah tertidur duluan.
Ia kembali meronta, “bu politik itu apa?”, desaknya. Malam itu si ibu tak
melanjutkan ceritanya tapi ia langsung memberikan buku dongeng pada anaknya.
“ini kamu cermati, siapa saja tokoh yang ada dalam cerita tersebut”.
Pagi harinya ia
kembali meminta jawaban dari ibunya. Dan
untuk yang ketiga kalinya si anak kembali bertanya, “bu politik itu apa?”,
tagihnya. ”Sudah kamu ketahui nak siapa saja tokoh yang ada dalam cerita yang
kemarin kamu baca?”. “sudah bu”, jawabnya. “coba sebutkan nak?”, pinta si ibu.
Dengan suara yang terteteh-teteh ia mulai bertutur pada ibunya. “disana ada
satu keluarga lengkap beranggotakan: ayah, ibu, dua orang anak kecil kakak
beradik dan satu orang pembantu”. “bagus-bagus”, puji ibunya. “Itulah nak
politik”, lanjutnya.
Dalam cerita
yang disodorkan si ibu tersebut di gambarkan ada anak kecil yang menangis
sedangkan sang kakak tidak bisa meredakan tangisnya. Sang kakak yang umurnya
hanya terpaut dua tahun lalu mendatangi ibunya berniat untuk membangunkan ibunya
agar si ibu mau meninabobokannya
kembali, tetapi si ibu terlampau pulas tidur. Si kakak mencari ayahnya agar ia
bisa menenangkan tangisan adiknya. Tetapi tiba-tiba ia tertegun ketika mendatangi kamar
pembantunya karena disana didapati ayahnya sedang meniduri pembantunya. Si
Kakak hanya bisa bertindak sekenanya agar adiknya berhenti menangis dan
meratapi adiknya yang menangis tak kunjung reda. Anak kecil yang menangis itu ibaratnya generasi muda
yang menjadi simbol suatu masa depan. Ibu ibaratnya pemerintah. Si kakak ibaratnya rakyat. Si ayah ibaratnya
kapitalis dan si pembantu sendiri ibaratnya buruh.
Bafa dan Bafi adalah sedikit dari sekian banyak pion- pion muda masa
depan dalam papan hitam putih percaturan kehidupan. Pion itu harus melangkah
maju demi berjalannya suatu strategi atau sistem. Pion terkadang harus cukup
dengan jalan selangkah tapi pasti atau harus melangkah jauh untuk membuka jalan
bagi yang ada di belakangnya. Tidak diperkenankan bagi pion untuk berjalan mundur segenting apapun
kondisinya. Ia harus tetap melangkah atau minimal diam karena dengan begitu
sudah cukup untuk menghancukan strategi lawan. Ia harus berjalan lurus sesuai
dengan pos yang ditempatinya. Ia harus harus mantap dengan langkah yang
diambilnya. Ia harus fokus berjalan setapak demi setapak bila sampai di wilayah
musuh. Ia harus sabar dan tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Ia harus pandai membaca situasi kapan ia akan
melangkah dan kapan ia harus diam
artinya tak melangkah. Dengan begitu ia akan sampai di batas pertahanan musuh dan dapat dengan mudah mengetahui titik tekan yang akan ia serang. Akan tetapi bila ia ragu atau salah dalam
bertindak akibatnya adalah ia akan mandek, tidak bisa berkembang dan bahkan hancur.
Pion selain
berfungsi sebagai garda terdepan suatu gerakan, ia juga adalah pendobrak jalan
bila sedang mengalami kebuntuan. Ia tak segan mengorbankan nyawanya bila memang
itu adalah jalan terbaik bagi keberlangsungan suatu pola kehidupan. Dan kadang
ia harus rela berdempetan dengan pion yang lainnya dan berjalan berhimpitan
bila memang kondisinya memaksa yang demikian itu. Untung saja dalam mengarungi dinamika
perjalanannya ia tidak sendirian. Ia masih mempunyai generasi tua yang ada
dibelakangnya. Sebagai mujahid muda si pion terkadang harus mematuhi perintah
si generasi tua yang ada dibelakangnya karena bagaimanapun ia lebih
berpengalaman tentang kondisi yang sama sebelum-sebelumnya. Generasi tua tak
harus berjalan satu-satu karena memang
ia sudah paham betul petak demi petak, tapak demi tapak, kotak perkotak lintasan yang akan dilaluinya. Ia cukup berjalan
selangkah untuk membuka pintu penyerangan yang diprakarsai sang pion-pion
kecil. Sebagai generasi terdahulu, generasi tua harus bisa bisa mengambil
langkah yang tepat. Satu nyawa saja terbuang dari pion kecil amat besar sekali
pengaruhnya.
Ibu melanjutkan
penjelasannya “inti dari politik itu nak; ketika kapitalisme memperdaya budak
sedangkan pemerintah hanya diam maka rakyat hanya bisa meratapi masa depan
bangsa yang menangis”. Bafi semakin tak mengerti apa yang
disampaikan ibunya tadi. Alih-alih mengerti politik itu apa, ia seolah
mendapatkan kosakata baru lagi, “kapitalisme”. Belum sempat ia bertanya
lagi, ayahnya langsung menyergah
”politik apalagi kapitalisme itu adalah urusan generasi tua seperti ayah nak”.
Ayah melanjutkan uraiannya, “kamu dan Bafa itu generasi muda, generasi
terdepan, tugasmu adalah menjadi pion-pion sejati nak”.
Matahari
semakin meninggi pertanda bagi kedua pion kecil itu untuk berjalan setapak demi
setapak kesekolah. Enha Alfiyan(Presiden
BEM IAIBAFA).
Tidak ada komentar:
Write komentar