BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat madani,
konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil society yang
pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada
simposium Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival istiqlal, 26
September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak
menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang
memiliki peradaban maju. Lebih jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang
diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan
perorangan dengan kestabilan masyarakat.
Menurut Quraish Shibab,
masyarakat Muslim awal disebut umat terbaik karena sifat-sifat yang menghiasi
diri mereka, yaitu tidak bosan-bosan menyeru kepada hal-hal yang dianggap baik
oleh masyarakat selama sejalan dengan nilai-nilai Allah (al-ma’ruf) dan
mencegah kemunkaran. Selanjutnya Shihab menjelaskan, kaum Muslim awal menjadi
“khairu ummah” karena mereka menjalankan amar ma’ruf sejalan dengan tuntunan
Allah dan rasul-Nya. (Quraish Shihab, 2000, vol.2: 185). Perujukan
terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal bukan pada
peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang menghiasi
masyarakat ideal ini. Seperti, pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar yang sejalan
dengan petunjuk Ilahi, maupun persatuan yang kesatuan yang ditunjuk oleh ayat
sebelumnya (lihat, QS. Ali Imran [3]: 105).[1]
Adapun cara pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar yang direstui Ilahi adalah
dengan hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baik sebagaimana yang tercermin
dalam QS an-Nahl [16]: 125.[2]
Dalam rangka membangun “masyarakat madani modern”, meneladani Nabi bukan hanya
penampilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau peragakan saat berhubungan
dengan sesama umat Islam ataupun dengan umat lain, seperti menjaga persatuan
umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, berlaku adil kepada
siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur
lainnya. Kita juga harus meneladani sikap kaum Muslim awal yang
tidak mendikotomikan antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka tidak
meninggalkan dunia untuk akhiratnya dan tidak meninggalkan akhirat untuk
dunianya. Mereka bersikap seimbang (tawassuth) dalam mengejar kebahagiaan dunia
dan akhirat. Jika sikap yang melekat pada masyarakat Madinah mampu diteladani
umat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam hanya menunggu waktu saja.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang di maksud dengan masyarakat madani?
2.
Apa pengertian mission HMI?
3. Bagaimana mengaktualisasi mission HMI dalam membangun civil society?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah untuk
1. Menjelaskan tentang
masyarakat madani
2. Mengetahui mission HMI
3. Menjelaskan cara
menerapkan mission HMI pada masyarakat madani sehingga dapat terealisasi dalam
kehidupan nyata.
D. Manfaat
Manfaat di buatnya
makalah ini adalah untuk mengetahui apa makna dari masyarakat madani itu
sendiri dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Selain itu, supaya pembaca lebih
luas wawasannya dalam suatu ilmu, khususnya mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Masyarakat
madani (Civil society).
Civic
society diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan sebutan masyarakat sipil
atau masyarakat madani. Kata madani berasal dari kata Madinah, yaitu sebuah
kota tempat hijrah Nabi Muhammad SAW. Madinah berasal dari kata “madaniyah”
yang berarti peradaban. Oleh karena itu masyarakat madani berarti masyarakat
yang beradap. Masyarakat madani adalah sebuah tatanan masyarakat sipil (civil
society) yang mandiri dan demokratis, masyarakat madani lahir dari proses
penyemaian demokrasi, hubungan keduanya ibarat ikan dengan air. Pemikiran
manusia tentang berbagai aspek kehidupan berpotensi untuk berkembang secara
terus menerus. Perkembangan pemikiran manusia itu distimulasi, baik oleh ide
yang berkembang dalam dirinya sendiri maupun luar. Manusia hidup dalam sejarah,
dan selalu berkembang menuju kearah pembeharuan dan lebih baik karena potensi
yang dimilikinya.[3]
Di bawah ini
adalah beberapa definisi masyarakat madani dari para tokoh :
- Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masyarakat madani adalah masyarakat yang menjunjung tinggi norma, nilai-nilai, dan hukum yang ditopang oleh penguasaan teknologi yang beradab, iman dan ilmu.
- Menurut Syamsudin Haris, masyarakat madani adalah suatu lingkup interaksi sosial yang berada di luar pengaruh negara dan model yang tersusun dari lingkungan masyarakat paling akrab seperti keluarga, asosiasi sukarela, gerakan kemasyarakatan dan berbagai bentuk lingkungan komunikasi antar warga masyarakat.
- Menurut Nurcholis Madjid, masyarakat madani adalah masyarakat yang merujuk pada masyarakat Islam yang pernah dibangun Nabi Muhammad SAW di Madinah, sebagai masyarakat kota atau masyarakat berperadaban dengan ciri antara lain : egaliteran (kesederajatan), menghargai prestasi, keterbukaan, toleransi dan musyawarah.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk di sekolah harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut.
Selanjutnya, istilah masyarakat madani di Indonesia
diperkenalkan oleh Dr. Anwar Ibrahim, ketika menyampaikan ceramah dalam acara Festival
istiqlal II tahun 1995 di Jakarta, sebagai terjemahan dari civil society dalam
bahasa Inggris, atau al-Mujtama’al-madani dalam bahasa Arab, adalah masyarakat
yang bermoral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dan
stabilitas masyarakat, dimana masyarakat memiliki daya dorong usaha dan
inisiatif individual. Hubungan antara agama dan Negara
dalam islam telah diberikan teladan oleh Nabi saw sendiri setelah hijrah dari
mekkah ke Madinah (al-Madinah, kota par excellence). Dari nama yang dipilih
oleh Nabi saw bagi Kota hijrahnya itu menunjukkan rencana Nabi dalam rangka
mengemban misi sucinya dari Tuhan, yaitu menciptakan masyarakat berbudaya
tinggi, yang kemudian menghasilkan suatu entitas social-politik, yaitu sebuah
Negara.[4]
Kekuasaan tidak bisa
dibiarkan tanpa pengawasan. Pengawasan itu dilakukan oleh masyarakat. Dalam
perkembangan modern ini, pengawasan itu dilembagakan dalam bentuk
serikat-serikat independent yang kemudian memperoleh nama masyarakat madani
(civil society). Civil society adalah soko guru masyarakat yang sehat. Civil
society model masyarakat madani adalah laksana kewajiban untuk mengontrol
pemerintah yang dalam bahasa alquran adalah amar ma’ruf nahi mungkar
(menganjurkan yang baik dan mencegah yang salah) ini semua dalam rangka
penegakan keadilan tersebut.[5]
Akan tetapi secara
global bahwa yang di maksud dengan masyarakat madani adalah sebuah kelompok
atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri di hadapan penguasa dan
negara memiliki ruang publik ( publik sphere ) dalam mengemukakan
pendapat adanya lembaga-lembaga mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan
kepentingan publik.
Yang perlu kita garis
bawahi dalam pengertian masyarakat madani ini adalah bahwa masyarakat tersebut
mempunyai cita-cita agar rakyatnya aman, nyaman dan sejahtera, serta system
yang di gunakan cukup baik karena setiap orang tidak harus menggantungkan dirinya
kepada orang lain.
Untuk memahami
masyarakat madani terlebih dahulu harus di bangun paradigma bahwa konsep
masyarakat madani ini bukan merupakan suatu konsep yang final dan sudah jadi,
akan tetapi merupakan sebuah wacana yang harus dipahami sebagai sebuah proses.
Banyak pendapat tentang
pembahasan syarat-syarat terbentuknya masyarakat madani. Elemen dasar
terbentuknya masyarakat madani antara lain:
1. Masyarakat yang
memiliki moral dan peradaban yang unggul, menghargai persamaan dan perbedaan
(plural), keadilan, musyawarah, demokrasi;
2. Masyarakat yang tidak
bergantung pada pemerintah pada sector ekonomi;
3. Tumbuhnya intelektualis
yang memiliki komitmen independent; dan
4. Bergesernya budaya
paternalistic menjadi budaya yang lebih modern dan lebih independent.
Syarat-syarat di atas
beberapa hal penting dalam kaitannya pembentukan masyarakat madani. Karenanya
semua syarat tersebut harus ada ketika suatu kelompok menginginkan masyaraktnya
dikatakan masyarakat yang madani.
Dalam merealisir wacana
civil society diperlukan prasyarat yang bersifat universal. Prasyarat ini tidak
dapat dipisahkan satu sama lainnya, melainkan satu kesatuan integral yang
menjadi dasar dan nilai bagi eksistensi civil society. Karakteristik tersebut
antara lain adalah:
1) Free Public Sphere
(wilayah publik yang bebas).
Yang di maksud dengan
istilah “ free public sphere” adalah adanya ruang public yang bebas sebagai
sarana dalam mengemukakan pendapat. Pada ruang public yang bebaslah individu
dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi wacana dan
praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Warga Negara dalam
wacana free public sphere memiliki hak penuh dalam setiap kegiatan politik.
Warga Negara berhak melakukan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat,
berserikat, berkumpul, serta menerbitkan dan mempublikasikan hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum.
Sebagai sebuah
prasyarat, maka untuk mengembangkan dan mewujudkan civil society dalam
sebuah tatanan masyarakat, maka free public sphere menjadi salah satu bagian
yang harus di perhatikan. Karena dengan mengesampingkan ruang public yang bebas
dalam tatanan civil society, akan memungkinkan terjadinya pembungkaman
kebebasan warga negara dalam menyalurkan aspirasinya.
2) Demokrasi.
Demokrasi adalah
prasyarat mutlak lainnya bagi keberadaan civil society yang murni (genuine).
Tanpa demokrasi, masyarakat sipil tidak mungkin terwujud. Secara umum demokrasi
adalah suatu tatanan social politik yang bersumber dan dilakukan oleh, dari,
dan untuk warga negara. Penekanan
demokrasi (demokratis) disini dapat mencakup sebagai bentuk aspek kehidupan
seperti politik, social, budaya, pendidikan, ekonomi dan sebagainya.
3) Toleransi.
Toleransi adalah sikap
saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Lebih dari sikap
menghargai pandangan berbeda orang lain, toleransi, mengacu kepada pandangan
Nurcholish Majid, adalah persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran
itu. Jika toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang menyenangkan
antara berbagai kelompok yang berbeda-beda, maka hasil itu harus dipahami
sebagai hikmah atau manfaat dari pelaksanaan ajaran yang benar.
4) Pluralisme.
Kemajemukan atau
pluralism merupakan prasyarat lain bagi civil society. Namun, prasyarat ini
harus benar-benar di tanggapi dengan tulus ikhlas dari kenyataan yang ada,
karena mungkin dengan adanya perbedaan wawasan akan semakin bertambah.
Kemajemukan dalam pandangan Majdid erat kaitannya dengan sikap penuh pengertian
(toleran) kepada orang lain, yang nyata-nyata diperlukan dalam masyarakat yang
majemuk. Secara teologis, tegas Majdid, kemajemukan social merupakan dekrit
Allah untuk umat manusia.
5) Keadilan Sosial.
Keadilan dimaksudkan untuk menyebutkan keseimbangan
dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara
dalam semua aspek kehidupan. Dengan terciptanya keadilan sosial, akan tercipta
masyarakat yang sejahtera seperti nilai yang terkandung dalam pengertian
masyarakat madani. Secara esensial, masyarakat memiliki hak yang sama dalam
memperoleh kebijakan-kebijakan yang di tetapkan oleh pemerintah (penguasa).
Sangatlah bagus beberapa karakteristik masyarakat madani di atas, mulai
dari free public spere, demokrasi, toleransi, plurasime, dan keadilan social.
Bahwa masyarakat tersebut selain bebas mengemukakan pendapat juga mempunyai
rasa toleran terhadap perbedaan-perbedaan yang ada. Selain itu juga, mempunyai
jiwa keadilan terhadap orang-orang di sekitar, agar tidak terjadi sesuatu yang
tidak diinginkan. Mission HMI Pararel dengan karakter masyarakat madani atau
juga disebut civil society yang menjadi cita-cita bangsa indonesia. Dengan
demikian apa yang dicita-citakan HMI untuk mewujudkan masyarakat cita memiliki
titik singgung dengan apa yang menjadi cita-cita bangsa. Dari sini jelaslah
komitmen HMI terhadap persoalan ke-Islaman, keindonesiaan dan kemodrenan adalah
sesuatu yang tidak perlu diragukan lagi.[6]
2. Pengertian mission HMI
Mission HMI dapat diartikan sebagai tugas dan
tanggung jawab yang diemban dalam setiap diri kader HMI[7]. Setiap kader HMI mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam keberadaanya
sebagi instrument kecil dalam negara ini yang diharapkan mampu berinteraksi
dalam kehidupan sosial dalam lingkup yang lebih luas, tidak hanya di kampus
sebagai tempat semestinya ia berada, akan tetapi pada realitas masyarakat,
bangsa, dan umat pada umumnya. Tanggung jawab tersebut terimplementasi melalui
kiprah sepak terjang HMI dalam setiap aktifitasnya, dan penilaian terhadap HMI
pun senantiasa harus menggunakan tiga prespektif ruang dan waktu sekaligus,
yakni “past prespective”, “present prespective” dan “future
prespective”. Prespektif masa lalu adalah sejarah yang harus diambil
pelajaran dari dinamika perjuangannya. prespektif sekarang ini menandai semua
aktifitas riil HMI dalam menanggapi dinamika kekinian, dan prespektif masa
depan dilandasi kenyataan bahwa HMI “hanyalah” organisasi yang menghimpun
mahasiswa-mahasiswa yang kiprah konkritnya dalam kehidupan baru akan
berlangsung di masa depan.
Kader-kader HMI harus mampu dan siap untuk menjadi
duta-duta keummatan dan kebangsaan dengan selalu berpegang teguh pada dua komitmen
asasi (dua ide dasar kelahiran HMI, yakni:
1.
Mempertahankan kemerdekaan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi
derajat rakyat Indonesia.
2. Mensyiarkan agama
Islam.
Kesatuan dari kedua wawasan ini (wawasan kebangsaan
dan wawasan ke-Islaman) disebut dengan wawasan integralistik, yakni cara
pandang yang utuh melihat bangsa Indonesia terhadap tugas dan tanggung jawab
yang harus dilakukan sebagai warga Negara dan umat Islam Indonesia.[8]
Dalam ide rumusan tujuan tersebut, maka HMI pada hakekatnya HMI bukanlah
organisasi massa dalam artian kuantitatif, sebaliknya HMI secara
kualitatif merupakan lembaga pengabdian dan pengembangan idea, bakat dan
potensi yang mendidik, memimpin dan membimbing anggota-anggotanya untuk
mencapai tujuan organisasi dengan cara-cara perjuangan yang benar dan efektif.
Dari 2 ide rumusan lahirlah tafsir tujuan HMI (5 kwalitas insan cita)
"Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan
bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi
Allah Subhanahu Wa Ta’ala". Kualitas tersebut sebagaimana dalam pasal
tujuan (pasal 4 AD HMI) adalah sebagai berikut:[9]
1. Kualitas Insan Akademis
a) Berpindidikan tinggi, berpengetahuan luas, berfikir rasional, onyektif
dan kritis.
b) Memiliki kemampuan teoritis, mampu memformulasikan apa yang diketahui dan
dirahasia. Menghadapi sekelilingnya dengan kesadaran penuh.
c) Sanggup berdiri sendiri dengan lapangan ilmu pengetahuan sesuai ilmu yang
dipilihnya. Baik secara teoritis maupun tekhnis.
2. Kualitas insan pencipta
a) Sanggup melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih dari sekedar yang
ada dan bergairah besar untuk menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih baik.
b) Berjiwa penuh dengan gagasa-gagasan kemajuan, selalu mencari perbaikan
dan pembaharuan.
c) Bersifat independent dan terbuka, tidak isolative, menyadari potensi,
kreatif dan menentukan bentuk-bentuk yang indah.
d) Dengan ditopang kemampuan akademisnya dia mampu melaksanakan kerja kemanusian
yang disemangati ajaran islam.
3. Kualitas insan pengabdi
a) Ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan orang banyak.
b) Membuat kondisi lingkungan sekelilingnya menjadi baik.
c) Ikhlas menjadi insan akademis, pencipta, pengabdi dalam mengamalkan
ilmunya,
4. Kualitas insan yang
bernafaskan islam
a) Islam telah menjadi menjiwai dan memberi pedoman pola piker dan pola
lakunya tanpa harus memakai merk islam.
b) Ajaran islam telah membentuk “unity personality” dalam dirinya. Nafas
islam telah membentuk pribadinya yang utuh, insan kamil.
5. Kualitas insan
bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridloi Allah
swt.
a) Berwatak, sanggup memikul akibat-akibat yang dari perbuatannya sadar
bahwa menempuh jalan yang benar diperlukan adanya keberanian moral.
b) Rasa tanggung jawab, takwa kepada Allah SWT, yang menggugah untuk
mengambil peran aktif dalam satu bidang demi terwujud nya masyarakat adil dan
makmur.
c) Korektif terhadap setiap langkah yang berlawanan dengan usaha mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur.
Masyarakat Adil dan
Makmur yang diridhoi Allah SWT. Adalah gambaran sederhana HMI tentang tatanan
masyarakat yang dimimpikan untuk diwujudkannya, dicita-citakannya, masyarakat
yang dalam bahasa agama disebut sebagai baldatun toyibbatun wa robbun ghafur
yang merupakan fungsi dari Insan Cita yang akan dikader oleh HMI. Masyarakat
cita yang ingin diwujudkan HMI itu juga senada dengan apa yang ingin menjadi
cita-cita kemerdekaan pendiri Republik ini, yakni masyarakat yang bebas dari
bermacam bentuk belenggu penindasan, masyarakat yang berdaulat, masyarakat yang
berdaya, mampu dan mandiri serta dapat menentukan hidupnya sendiri, masyarakat
yang menjadi cita-cita kemerdekaan sebagaimana tujuan dari kemerdekaan bukanlah
kemerdekaan itu sendiri, dimana bila merujuk pada bahasa preambule konstitusi
kita, Pembukaan UUD 1945 yaitu perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia
masih sampai sebatas mengantarkan rakyat pada "pintu gerbang" satu
tatanan masyarakat "Adil dan Makmur" untuk itu syarat mutlaknya
adalah penjajahan diatas dunia harus dihapuskan.
3. Aktualisasi mission HMI dalam membangun civil society
a) Fenomena masyarakat
madani Indonesia
Di indonesia pada
hakikatnya proses pembangunan masih sarat oleh prakarsa pemerintah dan
aparatnya baik dari segi perencanaan maupun pelaksanannya, walaupun pemerintah
indonesia secara formal mengatakan bahwa partisipasi rakyat dalam pembangunan
merupakan unsur yang paling penting dalam menciptakan keberhasilan pembangunan
Indonesia.
Sebagai pembuktiannya,
pmerintah mendirikan organisasi - organisasi seperti LKMD, PKK, HKTI di tingkat
kecamatan dan partai politik di tingkat nasional.
Hambatan- hambatan
organisasi tersebut untuk mendukung terciptanya masyarakat madani yaitu :
a) Organisasi tersebut
bukan organisasi yang bersifat otonom. Program, dana dan pengurus terdiri dari
pejabat atau mantan pejabat pemerintahan. Masyarakat memandangnya baik-aik
saja, akan tetapi oknum-oknum tertentu ada yang bisa menghambat jalannya suatu
proses pembangunan.
b) Lemahnya partai politik
dan pers indonesia.
c) Akibat absennya civil
society dalam proses pembangunan indonesia walaupun hampir meninggalkan era
pembangunan 25 tahun tahap pertama pembagunan indonesia belum mampu menciptakan
kehidupan soisal budaya politik modern bagi bangsa indonesia yang mampu menjadi
dasar bagi pembangunan manusia indonesia seutuhnya.
Sehubungan dengan
adanya hambatan – hambatan tersebut, mengakibatkan tatanan masyarakat yang
madani secara utuh belum bisa tercapai di Indonesia. Selain itu, masih ada
factor lain diantaranya korupsi yang kian merakyat dan membudaya, kolusi yang
menelurkan pejabat – pejabat yang kurang bertanggung jawab serta nepotisme yang
menjadikan persaingan kehidupan yang tidak sehat dan penuh kecurangan. Jauh
dari tolok ukur sebagai masyarakat yang madani.
Kita tahu, republik ini
berdiri diatas pikiran Soekarno, gagasan Moh Hatta, ide cemerlang Sjahrir dan
kepiawaian Tan Malaka. Tentu, pikiran itu ditanam melalui pendidikan tinggi
yang diwarnai kuat oleh hidupnya organisasi. Organisasi, terutama yang di gawangi
oleh generasi muda dan kaum akademik menjadi garda terdepan dalam menuju
masyarakat madani. Kualitas insan cita HMI merupakan dunia cita yang terwujud
dalam pribadi seorang anak manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan serta
mampu melaksanakan tugas kerja kemanusian. Pasrah kepada kehendak Tuhan
(al-islam) itu antara lain bearti menerima tanggung jawab pribadi untuk
ukuran-ukuran tingkah laku yang dipandang sebagai memiliki keabsahan
Ilahi, yakni yang di ridlai-Nya. Rasa tanggung jawab pribadi karena semangat
ketuhanan dan taqwa itulah yang antara lai di contohkan dengan baik oleh Umar,
ketika ia sebagai khalifah harus memikul sekarung gandum untuk dibawa kepada
seorang janda dan anaknya yang kelaparan diluar madinah.[10]
Untuk mendongkrak
kembali ghirah kader HMI dalam berperan serta untuk menyelesaikan problematika
bangsa dan umat perlu adanya reaktualisasi mission HMI dalam jiwa setiap kader
melalui forum diskusi, pelatihan dan terjun ke lapangan lansung. Dengan cara
ini diharapkan nanti kader HMI memiliki keberpihakan yang jelas terhadap kaum
tertindas (mustad’afin) dan melawan kaum penindas (mustakbirin).
b) Tindakan nyata dalam
penerapan mission HMI
HMI dikenal wadahnya
kaum intelektual, generasi kritis, dan cinta tanah air serta umat diharapkan dalam
menjadi agen pembaharu menuju masyarakat madani. Sehingga indonesia raya bukan hanya
berwujud dalam bait lagu saja. Demokrasi sejauh ini memang diyakini sebagai
sistem yang menjamin kesetaraan politik dan kesejahteraan.[11]
Demokrasi yang memarginalisasi peran rakyat hanya akan melahirkan para penguasa
yang bermental korup. Inilah yang terjadi saat ini. Atas dasar inilah, tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa negara ini sebetulnya sedang diambang
kehancuran. Pejabat sibuk memperkaya diri, tipu sana sini, selfi jadi hobi.
Akibatnya, mereka lupa membangun insfrastruktur yang membuat anak-anak kecil
harus bertaruh nyawa menyemberangi jembatan yang rusak, kesenjangan ekonomi
semakin lebar, pelayanan publik terganggu, pajak negara tak jelas kembalinya,
dan pastinya utang luar negeri tambah menumpuk. Institusi politik semakin
ekstraktif dengan cara memproduksi kebijakan yang melebarkan kesenjangan jika
tidak diimbangi dengan adanya kesetaraan politik dan kualitas kontrol publik
yang memadai.
Dalam posisinya sebagai pendongkrak kualitas kontrol
publik itulah, maka di perlukan kader HMI yang berkualitas. Kekonsistenan itu
harus diiringi oleh pegangan yang teguh terhadap idealisme dan menjaga sikap
hanif. Sehingga kehadiran kader HMI sebagai kaum intelektual dalam tatanan
masyarakat mendapat tempat yang penting sebagai embun penyejuk. Dan tujuan HMI
hanya dapat direalisasikan oleh mereka yang disebut "kader" dan itu
tidaklah berhenti pada masa keanggotaan seorang mahasiswa. Mission yang berarti
di atas tersebut, diartikan dalam tujuanya keberadaan Mission dalam sekup yang
besar maupun kecil (baik perorangan, organisasi, ataupun Negara) adalah sebagai
pemberian akan tersematnya suatu term tugas dan tanggung jawab pada setiap
manusia secara perseorangan, organisasi, ataupun negara dengan jelas dan
terarah. Dan secara fitrah kejadianya, manusia diciptakan tentu ada maksud dan
tujuan adanya manusia di bumi ini, sehingga manusia menyadari akan peran,
tujuan, dan tanggung jawabnya dan diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Kader HMI dalam mengaktualisasikan mission Hmi
harus menjadi pelopor munculnya gerakan sosial dalam berbagai bentuk. Bisa saja
mendirikan gerakan anti korupsi dengan membuat lembaga swadaya masyarakat. Bisa
juga dengan mendirikan lembaga bantuan hukum (LBH) untuk rakyat kecil. Atau mendirikan
sekolah gratis, panti asuhan, pengawas kebijakan publik, dan masih banyak lagi
jenis gerakan sosial yang bisa dimanfaatkan aktivis HMI. Yang pasti semua gerakan
ini akan mengawal agar institusi politik tidak dihegemoni oleh kekuatan oligarki
yang menjadi mesin korup. Selain itu, gerakan ini juga harus menjadi pelopor
partisipasi publik dalam memantau kinerja pemerintah dan membantu masyarakat
untuk mandiri dalam menuntut hak-hak mereka. Gerakan ini melibat kan banyak
orang agar memiliki potensi tawar dihadapan penguasa. Gerakan yang dibangun
kader HMI ini melibatkan mereka yang sebelumnya apatis, mengikut sertakan
mereka yang dulunya tidak terlibat dan melatih mereka yang sebelum nya tidak
terlatih. Untuk berhasil dalam sebuah gerakan sosial maka saat ini tidak hanya
harus garang keatas tetapi juga kuat dilevel basis. Basis yang dimaksud adalah
masyarakat sipil. Tentu bukan masyarakat sipil dalam pandangan neoliberal yang
hanya jadi alat pemulus penetrasi ideologi neoliberal, melainkan masyarakat
sipil yang kukuh memperjuangkan keadilan dalam berbagai bentuk. Termasuk
terhadap ketidakadilan neoliberalisme itu sendiri. Jenis masyarakat
sipil ini tentu tidak lahir dengan sendiri melainkan lewat proses-proses
kritis pendidikan politik. Masyarakat akan
dibangun dengan menggugah kritis bahwa [12]:
1)
Sistem politik, ekonomi, dan budaya yang ada tidak adil sehingga membuat
posisi mereka lemah, baik secara ekonomi, politik, maupun budaya;
2)
Perangai buruk para pejabat yang menyebabkan kerugian negara harus
dihentikan;
3)
Kebijakan-kebijakan yang dibuat penguasa tidak pro rakyat;
4) Hanya ada satu cara
merubah keadaan-keadaan diatas, yakni mengaktifkan kontrol dan pertisipasi
publik terhadap penyelenggara negara.
Karena yang dibutuhkan sekarang ini bukan sekedar
wacana dan ide. Lebih dari itu, hasil forum diskusi butuh wadah untuk penerapan
yakni gerakan sosial. Diharapkan nanti, semua individu turun aktif mengawal
proses pemerintahan. Korupsi bukan hanya dominan komisi pemberantas korupsi,
penegak hukum, lembaga swadaya masyarakat, apa lagi partai politik. Kasus
pelanggaran hak asasi manusia bukan hanya milik menteri ham, kejaksaan dan
kepolisian. Melainkan menjadi hajat semua orang, mulai kiyai, kaum akademis,
para petani, tukang becak, ibu rumah tangga, buruh dan profesi lainnya.[13]
Jika sudah begini, maka bisa dikatakan mission HMI dalam mewujudkan masyarakat
madani sudah berhasil.
c) Macam-macam gerakan social.
a) Lembaga swadaya masyarakat (LSM) anti korupsi
Korupsi di Indonesia dewasa ini
sudah merupakan patologi sosial (penyakit sosial) yang sangat berbahaya yang
mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi
telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun
yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan
negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif
dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya
di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara
demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan
cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap
kerakusan dan aji mumpung.
Kejahatan korupsi dikategorikan sebagai kejahatan luar
biasa (extra ordinary crime)
sepertinya belum menjadi musuh bersama masyarakat. Insan HMI harus punya peran
aktif dalam proses ini. Sebagai insan akademis, orang yang berpendidikan tinggi
harus mengawal masyarakat awam menuju masyarakat sadar pentingnya peran public
dalam pemerintahan. Ditambah lagi dengan suguhan drama pelemahan komisi
pemberantas korupsi (KPK) dengan mengkriminalkan para pemimpin KPK. Menjadikan
langkah KPK bertambah gelapdan terganggu. Ada upaya serangan balik (kick back) dari pihak yang merasa terganggu
dengan keberadaan KPK. Di malang ada Malang Corruption Watch (MCW) yang digawangi kanda
Lutfi.[14]
Di Jombang juga ada gerakan social yang sama bernama SOLID (solidaritas untuk
Indonesia demokrasi) dan mayoritas penggeraknya juga kader HMI.
b) Lembaga bantuan hukum (LBH)
Pada tahun 1959-1965 kepercayaan masyarakat terhadap
bantuan hukum sempat hilang. Hal ini karena merosotnya peran advokat sebagai
dampak dari sistem peradilan yang tidak
bebas dan mandiri. Kondisi ini terlihat dengan banyaknya kompromi yang di
lakukan antara hakim dengan jaksa pada waktu akan memutuskan suatu perkara.
Efeknya, wibawa pengadilan menjadi jatuh dan orang tidak melihat manfaat dari
bantuan hukum dan lebih senang untuk meminta pertolongan kepada jaksa, hakim
atau orang kuat lainya dari pada meminta bantuan kepada advokat dalam meminta
keadilan untuk dirinya.
Dalam masa pemerintahan orde baru, kegiatan pemberian
bantuan hukum sepertinya mendapat perhatian dari pemerintah. Dengan diaturnya
undang-undang baru menggantikan undang-undang sama yang di buat pemerintah orde
lama. Perubahan terpenting terjadi dalam kegiatan bantuan hukum untuk
masyarakat miskin di Indonesia pada bulan november 1978. Ketika itu diadakan
lokakarya nasional bantuan hukum se-Indonesia . lokakarya tersebut menetapkan
bahwa bantuan hukum adalah adalah kegiatan pelayanan hukum yang diberikan
kepada golongan yang tidak mampu (miskin), baik secara perorangan maupun kepada
kelompok-kelompok masyarakat yang tidak mampu secara kolektif yang mana bantuan
hukum tersebut meliputi pembelaan, perwakilan baik di dalam maupun di luar
pengadilan, pendidikan, penilitian, dan penyebaran gagasan.
Lembaga bantuan hukum atau yang di naungi dalam
yayasan lembaga bantuan hukum indonesia (YLBHI) pada awalnya merupakan
gagasan dari Adnan buyung nasution, akibat dari ketidak puasannya terhadap
situasi sosial politik yang mengesampingkan norma-norma hukum yang ada, dan
sering kali bertindak merugikan rakyat.
LBH didirikan
dengan konsep awal untuk melindungi masyarakat dari penindasan hukum yang kerap
menimpa maraka, LBH ini dipimpin oleh Adnan buyung nasution, berdasarkan hasil
kongres pada tanggal 28 oktober 1970 di jakarta. Konsep ini kemudian di
tuangkan dalam anggaran dasar LBH dimana di dalamnya di sebutkan bahwa
tujuan LBH adalah :
1. Memberi pelayanan hukum kepada rakyat miskin.
2. Mengembangkan dan meningkatkan kesadaran hukum rakyat,
terutama mengenai hak-haknya sebagai subyek hukum.
3. Mengusahakan perubahan dan perbaikan hukum untuk
mengisi kebutuhan baru dari masyarakat yang berkemnbang.
Pada awalnya memang LBH mendapat dukungan dari
pemerintah, namun ternyata pembentuakan LBH ini di jakarta malah menjadi pemicu
berdiri nya organisasi-organisasi serupa di yogyakarta, surabaya, bandung, dan
medan. Tahun 1980 dalam pertemuan nasional LBH di sepakati untuk menyamakan
serta menyatukan visi dan misi lembaga bantuan hukum, dan kemudian membentuk
yayasan lembaga bantuan hukum indonesia (YLBHI).
Selama kurun waktu antara tahun 1971 -1986 saja, LBH
jakarta telah menerima sekitar 25.000 perkara sedangkan YLBHI menerima sekitar
60.000 perkara. Pada masa ini kegiatan bantuan hukum kembali mendapatkan
kepercayaan dari masyarakat dan menjadi semakin berkembang. Adapun berdasarkan
komposisi dari perkara yang di tanganinya, LBH pada awal-awal kegiatannya
terlibat dalam 54,4 persen perkara perdata, 10,2 persen masalah tanah, 14,9
persen buruh, dan 20,48 persen kasus kriminal. [15]
Sejalan dengan perkembangan pemikiran dan kesadaran
rakyat akan hak-hak sipil dan politiknya sebagai warga negara, kegiatan LBH
dalam memberikan bantuan hukum turut mengalami pergeseran di mana pemberdayaan
hak sipil dan politik rakyat telah menjadi inti dari kegiatan pemberian bantuan
hukum yang di laksanakan oleh LBH. LBH tidak segan-segan dan menjadi lebih
aktif melancarkan kritik-kritik terhadap tindakan-tindakan otoriter penguasa
orde baru seringkali merugukan rakyak. Akibatnya pemerintah ketika itu
menganggap LBH sebagai musuh yang dapat mengancam posisinya sebagai penguasa.
Ruang gerak LBH di batasi bahkan aktivis-aktivisnya banyak yang di tangkap dan
belakangan, pemerintah menghentikan konstribusi pendanaan yang pernah dibrikan
kepada LBH.
c)
Lembaga
Pendidikan Mandiri.
Indonesia
memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai
pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut,
pendidikan memiliki peran yang sangat penting.
Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga
mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan
masyarakat. Kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan
dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan
mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini
mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill
dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia
bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada
hard skill. Ambil contoh steve jobs, bill gates dan Mark Zuckerberg. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik
sangat penting untuk ditingkatkan. Melihat masyarakat Indonesia sendiri juga
lemah sekali dalam penguasaan soft skill. Untuk itu sumbangsih kader HMI dalam
memajukan pendidikan sangat ditunggu sebagai wujud tanggung jawan insan
akademis. Gerakan ini antara lain adalah:
1) Mendirikan sekolah swasta
yang bermutu tinggi, bebas dari pemerintah.
2) Mendirikan rumah baca.
3) Advokasi pendidikan masyarakat
pinggiran.
4) Memandu gerakan kembali ke
Taman Pendidikan Al-quran (TPQ)
5) Menghidupkan forum diskusi
di kampus, desa, masjid, dan warung kopi.
6) Mendirikan panti asuhan.
d) Menghidupkan kembali gerakan mahasiswa lewat tulisan dan media massa.
Dizaman
elektronik sekarang ini media massa menjadi media penting dalam pembangunan
nasional. Lewat media massa orang mengeruk untung besar, membangun populeritas,
iklan produk dan mempengaruhi orang lain. Pada pasal 6 Undang-Undang Nomor 40
Tahun 1999 disebutkan peran pers meliputi hal-hal berikut.
a)
Memenuhi hak
masyarakat untuk mengetahui. Hal ini dilakukan melalui transfer informasi dalam
berbagai bidang (ekonomi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya).
b)
Menegakkan
nilai-nilai dasar demokrasi.
c)
Mendorong
terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia (HAM).
d)
Menghormati kebhinekaan. mendorong penegakan
supremasi hukum dan HAM, menghormati pluralism/kebhinekaan,
e)
Mengembangkan
pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar.
f)
Melakukan
pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentinga umum.
Kader HMI harus menyadari peran penting pres
dan ke ahlian membuat berita, menulis artikel, menulis buku. Karena disana ada
beberapa hal yang sejalan dengan mission HMI, antara lain:
1)
Idealisme,
artinya cita-cita, obsesi, atau sesuatu yang terus dikejar untuk dijangkau
dengan segala daya dan cara yang dibenarkan menurut etika dan norma profesi
yang berlaku serta diakui oleh masyarakat dan negara.
2)
Komersialisme,
artinya pers harus mempunyai kekuatan untuk mencapai cita-cita dan keseimbangan
dalam mempertahankan nilai-nilai profesi yang diyakininya.
3)
Profesionalisme,
paham yang menilai tinggi keahlian profesional khususnya atau kemampuan pribadi
pada umumnya, sebagai alat utama untuk mencapai keberhasilan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dapat kita pahami bahwa makna
dari civil society itu adalah suatu masyarakat yang begitu partisipasi
atas system demokrasi dan menjunjung tinggi hak asasi orang lain. Hal tersebut
sesuatu yang baik, yang apabila suatu parlemen (pemerintahan) belum bisa,
bahkan tidak bisa menegakan system demokrasi dan hak asasi manusia.. Di
sinilah peran urgen kader HMI sebagai insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab
atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah Subhanahu Wa
Ta’ala kemudian menjadikan
civil society alternatif pemecahan masalah
dengan pemberdayaan dan penguatan daya kontrol
masyarakat terhadap kebijakan– kebijakan pemerintah yang pada akhirnya terwujud
kekuatan masyarakat sipil yang mampu merealisasikan konsep hidup yang demokrasi
dan menghargai hak asaai manusia. Terjaminnya mutu perekonomian, lengkapnya
fasilitas dunia pendidikan, terbukanya masyarakat dalam memberikan suatu
kritikan terhadap pemerintah dan bertaqwa kepada Sang Kholiq, yang ke semuanya merupakan wujud cinta kita kepada agama dan
negara.
B. SARAN
Demikian makalah
mengenai Mengaktualisasi Mission hmi Dalam Membangun Civil Society yang dapat
pemakalah sajikan. Namun, pemakalah juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang konstruktif sangat
pemakalah harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca yang budiman.
DAFTAR PUSTAKA
Agussalim
sitompul, (2002). Menyatu dengan umat
menyatu dengan bangsa: Logos wacana Ilmu (Ciputat:.2002)
Majid,
nurcholis, 32 khutbah jum’at cak Nur,
Jakarta, Noura Book.
Akmal Tarigan, azhari, , Islam
mazhab hmi Jakarta, GP Pres, 2007.
Hand Book,
Badan pengelola Latihan (BPL) HmI Cabang Malang.
Abdurrachman dkk, Gerakan
sosial anti korupsi (Malang, Intrans Pres 2016).
Rosyada, Dede, dkk, Demokrasi,
HAM dan Masyarakat Madani, Jakarta: Prenada Media, 2003
http://makalahfsh4.blogspot.co.id/2016/01/v-behaviorurldefaultvmlo.html. 2.53 wib. 14-07-2016.
Prasetyo,
Eko, Bangkit Gerakan Mahasiswa, Malang, Intrans Publishing, 2015.
[1]
Al-Quran versi qudus
[2]
Ibid.
[3] Agussalim
sitompul, (2002). Menyatu dengan umat
menyatu dengan bangsa: Logos wacana Ilmu (Ciputat:.2002)
[4]
Majid, Nurcholish, Islam Universal,
Yogyakarta, Pustaka pelajar, 2007. hal 204
[5]
Majid, Nurcholish, 32 khutbah jum’at cak
nur, Jakarta, noura book hal 73
[6]
Akmal Tarigan, azhari, islam mazhab hmi, jakarta, GP Pres, 2007, hal 110.
[7]
Hand Book, Badan pengelola Latihan (BPL) HmI Cabang Malang, hal 73
[8]
Hand Book, Badan pengelola Latihan (BPL) HmI Cabang Malang, hal 74.
[9]
Ibid, hal 75.
[10]
Majid, Nurcholish, Islam Dotrin dan peradaban, Jakarta, Paramadina, 2008. Hlm
373
[11]
Abdurrachman dkk, Gerakan Sosial Anti Korupsi (Malang, Intrans Pres 2016)
[12] Abdurrachman dkk,
Gerakan sosial anti korupsi (malang, intrans pres 2016). Hlm 9
Tidak ada komentar:
Write komentar