Recent Comments

Rabu, 20 Juli 2016

"Menunda bahagia"


-Catatan buat yang belum bisa move on dari keluarga di rumah-
Dari berbagai jenis ibadah dalam syariat Islam. Barangkali puasa dibulan Ramadlan adalah ibadah paling fenomena dan membekas dihati. Tak terkecuali para santri, moment seperti buka puasa, sahur, taraweh, tadarus bareng keluarga tentu tidak mudah dilupakan. Disamping sibuk dengan rutinitas belajar tidak setiap keluarga punya waktu luang bak ramadlan dan Idul fitri. Maka ke khas an suasana ramadlan ini membuat sebagian santri berat hati kembali ke pesantren. 
Jika kita mau melihat kebelakang sebentar, sebenar nya puasa mengajarkan kita untuk mampu membebaskan diri dari tawanan kekinian dan membangun sikap sosial. Puasa memerlukan kesabaran untuk menunda bahagia. Shoim berusaha menahan diri dari menikmati makanan lezat disiang hari, walaupun dia sanggup melakukan nya. Firman Allah dalam hadits qudsi, semua amal seorang anak adam adalah untuk dirinya kecuali puasa, sebab puasa itu adalah untuk Ku, dan Akulah yang akan memberinya pahala, tentu janji Tuhan lebih menarik dari ayam panggang dan es oyen. Kemampuan seorang untuk menanti suatu kemenangan langgeng lebih hebat dan urgensi ketimbang mengejar kepuasan sementara. Yang pada kehidupan nyata misalnya, berpisah dengan keluarga tercinta demi ilmu pengetahuan di negri semberang. Contoh lain adalah menabung, menahan dari shoping. Menabung secara pintar, tidak di bawah kasur, tapi di bank pasti mengandung efek produksi. Menunda kesenangan itu praktek yang cerdas. Menurut cak nur, bahagia bukan sesuatu yang selalu bersifat materi. Kebahagian itu state of mind, tergantung keadaan jiwanya. Maksud beliau bila saya artikan adalah kemampuan seseorang untuk mengatur ke jiwaan masing-masing. Ambil contoh qona'ah, dengan begini kita tidak mersa paling susah saat reziki lagi sret. Atau tamsil lainnya, dalam hal mengikuti tren, seorang yang terbiasa dengan sikap tidak gupoh akan menimbang dan memikirkan sebelum mengikuti tren. Baik itu berhubungan dengan game, gaya hidup, ideologi, maupun hobi. Sekedar mengingat, dosa manusia pertama yaitu nabi adam, berawal dari ketidak sanggupan menahan diri dari kesenangan semu. Menahan diri atau zuhud berlawanan dengan tindakan menuruti hawa nafsu dan sifat egoisme. Egoisme wujud karena ketidak ridloan insan untuk menderita, senajan semantara. Sikap ini lah yang banyak hadir dalam diri manusia, Sehingga kerusakan dunia tidak terelakan lagi. Di Jambi, kebakaran hutan disebabkan seorang yang tidak bisa menahan diri dan menunda untuk kaya. Hutan ribuan hektar dibakar, lalu dijadikan kebun sawit. Tak peduli dengan mahluk lain, semua harus berjalan sukses. Hikmah kemanusian dilatih dalam ibadah puasa, menahan diri untuk tidak menyakiti, mendzolimi, merugikan orang lain. Karena sejatinya, budi yang baik selalu menuntun pribadi menahan diri dari pengaruh tidak benar. Moralitas tinggi dan egoisme tidak mungkin bersanding, sifat dasar mereka adalah kontras. So, mari belajar menahan diri, menunda untuk bahagia bukan berarti lupa bahagia. Melainkan memilih saat yang tepat untuk mengatakan AKU BAHAGIA. Menikmati BAHAGIA.

Tidak ada komentar:
Write komentar

Recommended Posts × +