Saya dalam masalah demo 04 november 2016 bersikap berbeda dengan PB
HMI. Menurut hemat saya, aksi menurunkan massa ke jalan demi menyelamatkan
agama belum lah dibutuhkan. Penistaan agama yang paling parah bagi saya adalah
faham agama tapi tidak mengamalkan ajaran nya. Dalam hal mengamal, mendahulukan
hal yang wajib itu lebih utama. Mengerjakan rukun islam dahulu baru membela
islam. Gampangnya, tuntaskan dulu rukun islam; syahadat, solat, zakat, puasa,
haji baru membahas hal lain. Miris, saat kita berkoar- koar dengan lantang
didepan lautan massa (membela islam)tapi disisi lain kita meninggal kan inti
sari nya agama. Logikanya, ketika rukun dalam suatu pekerjaan ditinggalkan maka
batal lah perbuatan tersebut. Tamsil, bila kita tidak membaca rukun solat yaitu
membaca alfatihah maka secara otomatis solat kita akan batal. Menyikapi ahok
dengan menurunkan massa sampai ribuan bahkan didatangkan dari luar jakarta
sungguh sebuah perbuatan lebay. Tak ada salahnya dalam negara demokrasi bila
kita menyampaikan pendapat. Tapi, ada beberapa hal yang menjadi catatan besar
saya bila ditinjau dari dunia pendidikan. 1. Ketakutan yang luar biasa. Naiknya
ahok menjadi calon gubenur jakarta membuat beberapa golongan ketakutan.
Hebatnya, mereka membagikan ketakutan itu pada masyarakat indonesia secara
massif. Lewat berbagai media mereka tampil bak panglima perang. Membawa ayat
suci yang cocok dengan nafsu. Hal yang buruk bagi dunia pendidikan adalah
banyak nya anak-anak yang diturun kan kejalan oleh orang tua mereka (Melihat
aksi sebelumnya). Wajah lucu dan imut itu diajarkan menjelek-jelekkan orang
lain, bolos sekolah, ditanam kan kebencian kepda kelompok lain. Ketakutan luar
biasa membuat orang tua merebut masa kecil buah hatinya. Saya bersyukur dan
merasakan nikmat nya masa kanak-kanak, aku tak pernah lupa hangatnya pertemanan
masa kecil waktu main petak umpet, kelereng, mancing di sawah, berlari serta
tertawa tanpa beban, mandi saat hujan deras. Amboi bahagia nya. Alangkah
bijaknya orang tua yang membiarkan anak-anak nya untuk menikmati masa paling
bahagia dalam hidup. Biar nanti dia optimis menghadapi ruwetnya masa depan
karena pernah dulu bahagia. 2. Regenerasi gagal total. Sebagai ibu kota negara
indonesia, jakarta menyimpan banyak kepentingan politik maupun ekonomi. Wajar
bila berbagai organisasi massa, partai politik, kantor perusahanan menempatkan
perwakilan di kota langganan banjir ini. Bahkan tak sedikit mendirikan kantor
pusatnya dijakarta. Diantara berbagai organisasi yang paling banyak adalah
lembaga bernafaskan islam. Selain itu, kampus islam juga menjamur di jakarta.
Belum lagi ratusan lembaga pendidikan islam yang berdiri kokoh di kota paling
sibuk se-Indonesia ini. Pertanyaan besarnya, apakah mereka tidak sanggup
membina calon pemimpin bangsa yang dapat menandingi Ahok?. Melawan ahok dengan
memunculkan pemimpin berkualitas dan sepadan dengan calon gubenur lain terasa
lebih bijak dari pada menyebar kebencian. Mengapa harus takut pada lelaki
bernama Ahok bila banyak dari organisasi mahasiswa islam sanggup menerbitkan kader
militan dan hebat. Bukan begitu?. Menurunkan massa dengan label agama hanya
akan menampakkan kegagalan kita dalam mencetak kader baru, regenerasi yang
gagal total! Ini 2 poin penting yang menurut saya butuh solusi cepat. Tak
peduli siapa dan dimna. Jika bisa memberikan alternatif ayo menggema. Bersuara
buat anak bangsa. Jangan menjadi angsa yang hanya bisa makan dan minum.
Digiring kesana kemari buat kepentingan orang lain. cerdas bersikap. Jika kita
mau jujur, permasalahan bangsa lebih parah dari ahok. Kejahatan korupsi,
pelanggaran ham masih subur di negeri kita. Baru-baru ini, rencana pemberian
gelar pahlwan pada presiden Suharto pada tgl 10 november 2016 kita lupakan.
Kejahatan yang dilakukan beliau jelas dan dibuktikan orang banyak. Kurang
jahat? #Cerdas
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Write komentar