Recent Comments

Rabu, 22 Juni 2016

"QUO VADIS RAMADHAN DAN ISLAM"


"Aku disini untuk melayani. Aku disini untuk menginspirasi. Aku disini untuk mencintai" Kata-kata dari Deepak Chopra ini mengingat kan saya perjalanan santai pada hari pertama ramadhan tahun ini. Bermula dari keinginan untuk mencari takjil gratis ala santri kantong kempis, petualangan seru ini malah menjadi eksploitasi kota Jombang di petang hari. Sepanjang perjalanan, terlihat begitu banyak orang yang juga sibuk dengan kegiatan pra buka puasa. Hilir mudik pejalan kaki di depan kampus Darul Ulung (undar) sampai ke stadion merdeka membuat separuh badan jalan harus ditutup. Semarak ramadhan. Beranjak sedikit kebarat, setelah tak menemukan tanda adanya pembagian takjil tanpa bayar. Saya harus memutar otak mencari informasi lokasi yang memahami kebutuhan saya. Alun2 menjadi rating teratas dalam perjalanan selanjutnya. Namun, ada pemandangan baru yang lebih menarik. Menurut saya pribadi. Di sepanjang bahu jalan KH Wahid Hasyim berbaris rapi jasa keuangan dalam wujud penukaran uang baru. Fenomena yang muncul bersamaan dengan warung makanan, es buah, manisan dalam kerangka Ramadhan penuh berkah. Dapat ditebak, setelah banyak nya jasa penukaran uang baru, Majlis Ulama Indonesia akan mengikuti dengan fatwa haram menukar uang. Rentetan peristiwa di atas, mulai dari takjil gratis, menjamurnya jasa penjualan menu buka puasa, jasa penukaran uang, fatwa haram MUI. Ternyata ini situasi yang terus terulang setiap tahun tanpa ada usaha nyata dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat dari maqom tukang menikmati ke tingkat pemberi solusi. Seakan masyarakat awam di didik untuk membicarakan masalah yang sama setiap ramadhan. Sehingga kita lupa jika orang amerika sudah sampai ke bulan, inggris menguasai dunia lewat bahasa nya, yahudi berjaya dalam dunia akademis dan memegang kontrol semua kejadian di bumi ini. Ahirnya, kita sekali lagi menjadi sasaran produk mereka. Semisal belajar bahasa inggris karena mau kerja di perusahaan besar, ramai di sosial media buatan yahudi tentang halal haram nya menggunakan produk israel, batsul masail kubro tentang boleh tidak nya memakai obat yang dari minyak babi. Terus kapan kita menciptakan sesuatu bila selalu sibuk dengan urusan rumah orang. Kapan umat islam menjadi topik utama karena ilmunya, karya nya, sumbangsih nya buat dunia? Entahlah. Nampaknya, hari ini kita umat islam masih saja menikmati permasalahan tahun lalu, masih tanpa solusi terbaik. Sudah saatnya ada penataan ruang bagi pedagang bulan puasa. Penting di jaga agar barang nya tetap laris dan pembeli pun tidak takut dengan bahaya kendaraan bermotor yang lewat. Seharusnya MUI tidak hanya berfatwa di media dan mimbar khutbah. Bisa dimulai dengan menggandeng bank syariah untuk jeput bola ke pasar, pusat ke keramaian menawarkan jasa penukaran uang. Ironis kan, bila harus menukar uang 100 ribu dapat 80 ribu. Lebih parahnya lagi, transaksi cepat itu terjadi di depan Bank. Jika ada bank syariah tentu juga ada penukaran uang syariah. Bukan begitu?. Apa mungkin ini trik bank untuk melipatgandakan jumlah laba.Haha. untuk kesekian kali nya, kita hanya menjadi penikmat kepintaran orang lain dan kenakalan mereka. Tak dapat dibayangkan, apa yang terjadi pada umat islam indonesia khususnya pada sepuluh tahun lagi jika masih seperti ini. Sibuk mencaci maki, kafir mengkafirkan, fatwa sana sini, roboh warung sana sini. Tidak kah ada ke keinginan untuk merubah pola pikir yang jauh ke depan.Berpikir tentang kehidupan hari esok. Menjadi tonggak perubahan dunia. Bukankah masih banyak permasalahan kemanusiaan, pendidikan, pelayanan publik dan pemerintahan yang sistem manajemen ya belum sempurna. So, ayo melek, Ojo turu dan mimpi ae... Curhatan tengah malam

Tidak ada komentar:
Write komentar

Recommended Posts × +