Recent Comments

Selasa, 05 Juli 2016

KULIAH (lagi)


Tidak terasa sedikit lagi saya berada di semester 7. Lebih dari 3 tahun saya berproses didunia akademik, waow lama juga. Semakin tinggi jenjang yang ku tempuh kegaringan semakin terasa dihati. Bangku kuliah yang menjadi impian hampir semua generasi muda tak mampu menjawab dan mewadahi pergolakan pemikiran ku. 
Aku merasa begitu hampa di dalam ruangan kuliah. Tak ada kegaduhan diskusi antara dosen dan mahasiswa. Pertanyaan yang dibatasi. Rekan rekan yang lebih suka diam dan apatis. Aku merasa berada dalam posisi sepi. Ruangan kuliah tak ubahnya pameran budaya bisu. Sebelas dua belas dengan pengajian umum dan wetonan.
Dosen pun menikmati pekerjaan sebagai pemberi informasi, tebar pesona, pamer pengalaman. Hubungan dosen dan mahasiswa lebih mirip sikap ketergantungan. Apa yang keluar dari mulut dosen itulah yang dipelajari mahasiswa sini. Tak ada diskusi terbuka, diskusi panel, rutinitas dalm bentuk pelatihan. Keadaan yang membentuk sikap mulai malas ke kampus. Para dosen tak pernah menanyakan kepada ku tentang hal ini. Saya bosen dengan pemujaan akan nilai dan IPK. Kuliah dengan tuntutan sederhana, patuh, datang isi absen, lulus, kerja. 
Tak ada dosen yang mendorong pentingnya menulis bagi kaum intelektual, tak ada saran untuk turun kemasyarakatan dalam proses menimbulkan rasa empati, tak ada kajian umum, selalu satu komando dan stagnan.
Ketakutan akan nilai dan tidak boleh ikut ujian membuat teman-teman ku sebagian besar menghalalkan segala cara. Pinjam uang sana sini, jual apa saja, manipulasi absen, bohongin teman dan orangtua. 
Aku bosen, seakan kampus tempat mencetak orang bergaya lembut, santun dan ramah. Dibalik nya ada rentetan peristiwa kecurangan yang terjadi. Ini kah kuliah? Ini kah kampus?
Tidak bunda, bukan ini bayangan ku dulu tentang dunia kampus. Dulu, memimpikan kampus yang menghargai kejujuran, ilmu pengetahuan, kebenaran, kebebasan berekspresi dan berfikir. Aku mendambakan dosen yang memberikan contoh, tauladan bukan sekedar beretorika. Dosen yang mengajar bukan hanya untuk menunaikan kewajiban, membangun pola berfikir bukan memotong pemikiran mahasiswa. Apalagi membatasi setiap gerakan generasi muda ini. Adakah dosen seperti ini di indonesia?
Bunda, aku tak menemukan sistem yang bisa menampung ku, pemikiran ku, dan pergolakan hatiku. Kampus negeri dengan segala aturan main yang berlaku telah menjadi ladang mafia berdasi. Kampus swasta dengan pola pengolahan yang tak jelas membuat mimpi ini tak nyaman.
Bunda, daku ingin kuliah lagi, tapi dimana?
Harus kah jalanan ku bangun menjadi kampus, tempat diskusi dan membaca dunia. Atau organisasi apa yang bisa menampung beban kegalauan ananda mu ini.
Penderitaan ini bukan tentang nama baik, prestise, nilai, prestasi, dan jaminan kerja. Ini tentang melayani hati yang sekarat dan pemikiran yang bergejolak. Ampuni aku Tuhan

Tidak ada komentar:
Write komentar

Recommended Posts × +